Langsung ke konten utama

REVIEW FILM BIRD OF PREY


Bird of Prey merupakan film yang bertemakan aksi komedi. Cathy Yan sebagai sutradara dengan penulis Christina Hodson untuk film Bird of Prey. Cathy Yan sebelumnya juga dikenal sebagai sutradara dalam film Dead Pigs (2018) dan According to My Mother (Short) (2016). Film ini dibintangi oleh Margot Robbie (Once Upon a Time... in Hollywood, I, Tonya) sebagai Harley quinn, Rosie Perez (Fearless) sebagai Renee Montoya, Mary Elizabeth Winstead (10 Cloverfield Lane, scott pilgrim vs the world) sebagai Helena Bertinelli / The Huntress, Jurnee Smollett-Bell (The Great Debaters) sebagai Dinah Lance / Black Canary, Ella Jay Basco (Veep) sebagai Cassandra Cain, Ewan McGregor (August: Osage County, Doctor Sleep) sebagai Roman Sionis, Chris Messina (Argo) sebagai Victor Zsasz.

Film ini mengisahkan tentang Harley Quinn (Margot Robbie) setelah berpisah dari Mr J alias Joker. Perpisahan mereka menimbulkan kekacauan dalam pikiran dan keresahan hati dari Harley Quinn. Kebersamaan mereka membuat selama ini Harley Quinn bisa bertindak sesuka hati karena aman di bawah perlindungan Joker, tapi karena perpisahan tersebut membuat ia tidak bisa berbuat sesukanya. Kini Ia menjadi sasaran balas dendam dari orang-orang yang pernah dipermainkan oleh harley. Harley Quinn menjadi incaran di Gotham City. Seorang penguasa kejahatan yang dikenal sebagai Black Mask, Roman Sionis memburu seorang gadis muda bernama Cassandra Cain dan membuat Kota Gotham kewalahan mencarinya. Kejadian tersebut membawa Harley bertemu dengan tiga wanita berbeda tujuan. Saat situasi terdesak, Harley mengajak Black Canary, Helena Bertinelli, dan Renee Montoya untuk bekerja sama melindungi gadis muda itu dan menjatuhkan Sionis.

Kekuatan dari film ini ada pada adegan aksi dari Harley Quin. Aksi-aksi yang ditampilkan bisa dibilang cukup menarik, bahkan ada yang termasuk adegan yang baru pertama kali saya lihat. Adegan baru yang saya maksud adalah aksi yang terjadi di markas kepolisian. Bicara soal adegan aksi saya merasa pengaruh dari film lain digunakan oleh sang sutradara. Yep, film lain yang saya maksud adalah film John Wick karya Chad Stahelski dan David Leitch. aksi dalam film John Wick dibuat dengan gaya pengambilan steady atau diam dan dibuat wide atau luas sehingga penonton bisa melihat seluruh aksi yang dilakukan oleh sang aktor dengan kekurangan kita bisa melihat ada jeda dari aksi satu ke aksi berikutnya yang membuatn gerakan yang ditampilkan terlihat lambat. Berbeda dengan film The Raid karya Gareth Evans, aksi yang ditampilkan pada film ini berbentuk Shaking atau getar dan close up atau dekat sehingga membuat penonton mengikuti gerakan-gerakan tertentu dari sang aktor yang membuat gerakan tersebut terlihat cepat dengan kekurangan kita sulit bisa melihat seluruh aksi yang ditayangkan dan adegan yang ditampilkan terlalu cepat untuk diikuti yang berakibat hilangnya fokus adegan aksi oleh penonton.

Terlepas dari aksinya film ini memiliki banyak kekurangan, terutama pada unsur cerita. Kita tahu bahwa Harley Quinn adalah tokoh jahat. Tokoh utama yang jahat ini tentu akan sulit membuat bagaimana tokoh antagonis bisa terlihat lebih jahat dari protagonis atau tokoh utama. Masalah itu yang timbul dalam film ini. Film tidak membuat sosok sionis atau black mask bisa terlihat lebih jahat dari tokoh utama. ia hanya diperlihatkan melakukan adegan menyakiti orang lain yang sebenarnya itu juga dilakukan oleh sang tokoh utama. Tidak hanya dari tokoh saja alurnya pun cukup sulit diikuti karena semua penceritaan mengikuti cara berpikir harley quin yang kacau. Hal itu juga membuat penonton bertanya mengapa berjudul kelompok Bord of Prey sementara film ini sangat Hatley Quinn center atau hanya berpusat pada Harley Quinn bukan pada kelompok tersebut.

Dengan kekurangan yang fatal itu membuat penilaian terhadap film ini menurut pendapat saya sangatlah kurang, tapi saya tetap meng-apresiasi karena berhasil membuat adegan aksi yang saya nikmati. Penilaian saya dari film ini adalah 5/10.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjelajahi Nuansa Keheningan dalam The First Slam Dunk (Review)

The First Slam Dunk merupakan film yang diadaptasi dari manga berjudul sama. Film tersebut disutradarai oleh Takehiko Inoue yang juga mangaka dari cerita orisinalnya. The First Slam Dunk telah rilis di Indonesia pada 22 Februari 2023. Filmnya menceritakan pentadingan antara Sannoh yang merupakan tim basket SMA paling tangguh dan pemegang gelar juara bertahan melawan Shohoku. Shohoku merupakan tim basket SMA yang belum pernah menjuarai pertandingan. Pertandingan keduanya merupakan perebutan untuk memenangkan kejuaraan nasional Jepang. The First Slam Dunk disuarai oleh beberapa artis terkenal seperti Shugo Nakamura (Demon Slayer, Strike Blood) sebagai Ryota Miyagi, Jun Kasama (Isekai Quartet, Buruto: Naruto Next Generations) sebagai Hisashi Mitsui. Kemudian Shinichiro Kamio (The Promised Neverland, Hypnosis Mic: Division Rap Battle) Kaede Rukawa, Maaya Sakamoto (Oyukiumi no Kaina, Osama Ranking) sebagai Haruko Akagi, Kenta Miyake (My Hero Academia, Sentouin, Hakenshimasu!) sebagai ...

EVERYTHING EVERYWHERE ALL AT ONCE (REVIEW)

  Sumber:kompasiana.com Everything Everywhere All at Once merupakan film yang bertemakan drama fantasy. Film ini disutradarai oleh Dan Kwan dan Daniel Scheinert, keduanya cukup dikenal pada film sebelumna sebagai sutradara yaitu film Swiss Army Man. Film ini dibintangi oleh Michelle Yeoh (Crazy Rich Asians, Shang-chi and The Legend of Ten Rings) Sebagai Evelyn wang , Stephanie Hsu (The Marvelous Mrs. Meisel 2019-2022, The Path 2016-2018) sebagai Joy Wang, Ke Huy Quan (The Goonies, Indiana Jones and The Temple of Doom) sebagai Waymond Wang,   James Hong (Blade Runner, Kungfu Panda, Turning Red) sebagai Gong Gong. *Spoiler Alert: Artikel ini mungkin akan mengandung bocoran film dan bisa mengganggung pembaca yang belum menonton… Sumber: kincir.com Sinopsis… Everything Everywhere All at Once bercerita tentang Evelyn Wang (Michelle Yeoh), pemilik binatu yang audit pajak bisnisnya mengalami kesalahan, ketika dia hendak menyelesaikan masalah tersebut di kantor pajak, tanpa ia s...

Menyelami Gaya Penceritaan Hayao Miyazaki dalam Film Suzume no Tojimari (Review)

Suzume no Tojimari (Suzume) merupakan karya dari sutradara film jepang terkenal Makoto Shinkai. Dua karya film Makoto Shinkai sebelumnya Kimi no na wa (Your Name) dan Tenki no Ko (Weathering With You) meraih kesuksesan dan membuat namanya semakin dikenal. Wajar jika penggemar film dan anime antusias dengan karya berikutnya. Selain disutradari oleh Makoto Shinkai, film itu diisi oleh beberapa artis terkenal, yaitu Nanoka Hara (Why Don’t You Play in Hell, Samurai Sentai Shinkenger) sabagai Suzume Iwato.  Kemudian, Hokuto Matsumura (Kinou Nani Tabeta, Sharks) sebagai Sota Munakata.  Eri Fukatsu (Parasyte Part I, Bayside Shakedown) sebagai Tamaki Iwato. Ann Yamane sebagai Daijin. Film itu bercerita tentang Suzume yang merupakan siswi beusia 17 tahun, suatu hari bertemu dengan laki-laki misterius yang mencari pintu di Gedung terbengkalai. Karena penasaran, Suzume kemudian mencari dan menemukan pintu tersebut. ia mempelajar...