Langsung ke konten utama

Menyelami Gaya Penceritaan Hayao Miyazaki dalam Film Suzume no Tojimari (Review)

Suzume no Tojimari wide poster. Foto: kaorinusantara.or.id

Suzume no Tojimari (Suzume) merupakan karya dari sutradara film jepang terkenal Makoto Shinkai. Dua karya film Makoto Shinkai sebelumnya Kimi no na wa (Your Name) dan Tenki no Ko (Weathering With You) meraih kesuksesan dan membuat namanya semakin dikenal. Wajar jika penggemar film dan anime antusias dengan karya berikutnya.

Selain disutradari oleh Makoto Shinkai, film itu diisi oleh beberapa artis terkenal, yaitu Nanoka Hara (Why Don’t You Play in Hell, Samurai Sentai Shinkenger) sabagai Suzume Iwato. 

Kemudian, Hokuto Matsumura (Kinou Nani Tabeta, Sharks) sebagai Sota Munakata. Eri Fukatsu (Parasyte Part I, Bayside Shakedown) sebagai Tamaki Iwato. Ann Yamane sebagai Daijin.

Film itu bercerita tentang Suzume yang merupakan siswi beusia 17 tahun, suatu hari bertemu dengan laki-laki misterius yang mencari pintu di Gedung terbengkalai.

Karena penasaran, Suzume kemudian mencari dan menemukan pintu tersebut. ia mempelajari bahwa pintu tersebut merupakan gerbang ke dimensi lain. Situasi semakin rumit saat Suzume tidak sengaja memindahkan sebuah patung yang ternyata adalah mahkluk penjaga gerbang. Akibatnya, dunia harus menghadapi bahaya ketika gerbang tersebut membebaskan mahkluk pembawa bencana.

Petualangan dimulai saat Suzume mengetahui bahwa Sota Munakata, pria misterius yang ia temui, bekerja sebagai penutup gerbang. keduanya pun berkeliling jepang untuk menutup gerbang, demi melindungi dunia.

Suzume no Tojimari scene. Foto: cineverse.id
Suzume no Tojimari scene. Foto: cineverse.id

Review

Makoto Shinkai telah mensutradarai beberapa film dan hampir seluruh karyanya meraih kesuksesan. Tapi, di antara beberapa film yang sudah dibuat, Suzume no Tojimari menampilkan nuansa penceritaan yang berbeda dari karyanya yang lain. Gaya penceritaan film tersebut serupa dengan Hayao Miyazaki.

Hayao Miyazaki animasi jepang dan pendiri Ghibli studio. Karirnya di dunia film animasi sudah melegenda, ia bahkan telah memenangkan Oscar untuk film animasi terbaik ‘spirited away’.

Suzume no Tojimari dan Spirited Away memiliki gaya penceritaan yang serupa, tapi dengan keunikannya masih-masing. Kedua film tersebut, lebih banyak bercerita melalui reaksi karakter dalam memahami situasi.

Kebanyakan film lebih banyak menggunakan dialog untuk menjelaskan kepada penonton terkait apa yang terjadi di dalam film. Tapi Hayao Miyazaki dalam filmnya mengubah dialog tersebut dengan menampilkan reaksi karakter saat melihat keadaan yang terjadi di sekitar.

Chihiro, karater utama dalam film Spirited Away, mengerti apa yang harus dilakukan ketika ia terjebak ke dalam dunia roh. Ia memasuki mencari cara memasuki Gedung tertinggi dan menemui karakter lain yang dirasanya mengerti dengan apa yang ia alami.

Kemudian ia berkerja di sana dan perlahan mengetahui bagaimana harus keluar dari dunia itu dan menyelamatkan kedua orang tuanya.

Serupa dengan Suzume, ketika ia melihat gerbang terbuka, reaksinya secara spontan adalah membantu Sota untuk menutup gerbang. saat membantu menutup pintu pertama, ia memerhatikan ritual yang dilakukan oleh sota.

Kemudian Suzume menggunakan ritual serupa tanpa harus mendapat penjelasan detail dari Sota.

Suzume juga langusng mengerti bagaimana harus mencegah terjadinya bencana besar akibat gerbang yang terbuka hanya melalui tindakan yang dilakukan oleh Sota.

Cara bercerita dengan menjelaskan situasi melalui interaksi karakter dengan lingkungannya merupakan keputusan yang tepat. Hal itu memberi ruang kepada penonton untuk memahami situasi yang terjadi di dalam film.

Suzume no Tojimari wide poster. Foto: kaorinusantara.or.id
Suzume no Tojimari wide poster. Foto: kaorinusantara.or.id

Conclusion

Di sisi lain, gaya penceritaan tersebut menjadi kurang efektif jika penonton kurang memerhatikan filmnya. Kebanyakan penonton mungkin akan kebingungan dengan apa yang terjadi dan alasan dibalik pilihan yang dibuat oleh setiap karakter.

Perlu adanya perhatian ekstra dari penonton, sehingga film tersebut lebih efektif dalam bercerita. Selain itu, cara penceritaan tersebut akan membuat film tersebut bisa tetap menatik walaupun sudah disaksikan selama beberapa kali.

Tedapat nilai lebih dan kurang dari gaya penceritaan Makoto Shinkai dalam film Suzume no Tojimari dan hal tersbeut tidak membuat ceritanya menjadi membosankan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh Hayao Miyazaki dalam filmnya sangat kental terasa dari banyak aspek. Berikut pendapat menurut penulis, bagaimana dengan pendapat dari kalian soal filmnya?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjelajahi Nuansa Keheningan dalam The First Slam Dunk (Review)

The First Slam Dunk merupakan film yang diadaptasi dari manga berjudul sama. Film tersebut disutradarai oleh Takehiko Inoue yang juga mangaka dari cerita orisinalnya. The First Slam Dunk telah rilis di Indonesia pada 22 Februari 2023. Filmnya menceritakan pentadingan antara Sannoh yang merupakan tim basket SMA paling tangguh dan pemegang gelar juara bertahan melawan Shohoku. Shohoku merupakan tim basket SMA yang belum pernah menjuarai pertandingan. Pertandingan keduanya merupakan perebutan untuk memenangkan kejuaraan nasional Jepang. The First Slam Dunk disuarai oleh beberapa artis terkenal seperti Shugo Nakamura (Demon Slayer, Strike Blood) sebagai Ryota Miyagi, Jun Kasama (Isekai Quartet, Buruto: Naruto Next Generations) sebagai Hisashi Mitsui. Kemudian Shinichiro Kamio (The Promised Neverland, Hypnosis Mic: Division Rap Battle) Kaede Rukawa, Maaya Sakamoto (Oyukiumi no Kaina, Osama Ranking) sebagai Haruko Akagi, Kenta Miyake (My Hero Academia, Sentouin, Hakenshimasu!) sebagai ...

EVERYTHING EVERYWHERE ALL AT ONCE (REVIEW)

  Sumber:kompasiana.com Everything Everywhere All at Once merupakan film yang bertemakan drama fantasy. Film ini disutradarai oleh Dan Kwan dan Daniel Scheinert, keduanya cukup dikenal pada film sebelumna sebagai sutradara yaitu film Swiss Army Man. Film ini dibintangi oleh Michelle Yeoh (Crazy Rich Asians, Shang-chi and The Legend of Ten Rings) Sebagai Evelyn wang , Stephanie Hsu (The Marvelous Mrs. Meisel 2019-2022, The Path 2016-2018) sebagai Joy Wang, Ke Huy Quan (The Goonies, Indiana Jones and The Temple of Doom) sebagai Waymond Wang,   James Hong (Blade Runner, Kungfu Panda, Turning Red) sebagai Gong Gong. *Spoiler Alert: Artikel ini mungkin akan mengandung bocoran film dan bisa mengganggung pembaca yang belum menonton… Sumber: kincir.com Sinopsis… Everything Everywhere All at Once bercerita tentang Evelyn Wang (Michelle Yeoh), pemilik binatu yang audit pajak bisnisnya mengalami kesalahan, ketika dia hendak menyelesaikan masalah tersebut di kantor pajak, tanpa ia s...